Saturday, September 26, 2015

Pengurangan atau biaya yang diperkenankan dikurangi dari penghasilan bruto

Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. 

Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan,yaitu:
1) Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun
merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya
2) Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

PENGURANGAN ATAU BIAYA YANG DIPERKENANKAN DIKURANGI DARI PENGHASILAN BRUTO
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, biaya-biaya yang boleh dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah :
1) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
a)biaya pembelian bahan;
b)biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,gaji, honorarium,bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang
c)bunga, sewa, dan royalti;
d)biaya perjalanan;
e)biaya pengolahan limbah;
f)premi asuransi;
g)biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
h)biaya administrasi; dan
i)pajak kecuali Pajak Penghasilan;
   
    Biaya-biaya yang dimaksud dalam ketentuan ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Contoh:
Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
a. penghasilan yang bukan merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf h Rp100.000.000,00
b. penghasilan bruto lainnya sebesar Rp300.000.000,00 (+) 
Jumlah penghasilan bruto = Rp 100.000 + Rp 300.000 = Rp400.000.000,00
Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus rupiah), biaya juta yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan adalah sebesar 3/4 x Rp200.000.000,00 = Rp150.000.000,00.
2) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
     Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi.
3) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
     Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
     Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. 
       Atas kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
5)Kerugian selisih kurs mata uang asing;
Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing dapat dibebankan sebagai biaya dan diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
6)Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.
7)Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.
8) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya, dengan syarat:
1.Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2.Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3.Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4.Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

        Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.
        Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya.
        Tata cara pelaksanaan persyaratan yang ditentukan dalam ayat (1) huruf h ini diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

9)Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
10)Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
11)Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
12)Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
13)Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(Poin 9-13)
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2010 tentang sumbangan bencana, fasilitas pendidikan, penelitian dan pembinaan olah raga dan pembangunan infrastruktur yang mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2010. menyatakan bahwa
  • Sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak terdiri atas:
1.     Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, yang merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui, badan penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana;
2.     Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan;
3.     Sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan;
4.     Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang merupakan sumbangan untuk membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga; dan
5.     Biaya pembangunan infrastruktur sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba.
  • Sumbangan dan/atau biaya  dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat:
1.     Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
2.     pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan  diberikan;
3.     didukung oleh bukti yang sah; dan
4.     lembaga yang menerima sumbangan dan/ atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.
  • Besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 untuk 1 (satu) tahun dibatasi tidak melebihi 5% (lima persen) dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya.
  • Sumbangan dan/atau biaya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pihak pemberi apabila sumbangan dan/atau biaya diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.
  • Sumbangan dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang.
  • Biaya pembangunan infrastruktur sosial iberikan hanya dalam bentuk sarana dan/atau prasarana.
  • Nilai sumbangan dalam bentuk barang  ditentukan berdasarkan:
1.     nilai perolehan, apabila barang yang disumbangkan belum disusutkan;
2.     nilai buku fiskal, apabila barang yang disumbangkan sudah disusutkan; atau
3.     harga pokok penjualan, apabila barang yang disumbangkan merupakan barang produksi sendiri.
  • Nilai biaya pembangunan infrastruktur sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) ditentukan berdasarkan jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan untuk membangun sarana dan/atau prasarana.
  • Sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib dicatat sesuai dengan peruntukannya oleh pemberi sumbangan.
  • Badan penanggulangan bencana dan lembaga atau pihak yang menerima sumbangan harus menyampaikan laporan penerimaan dan penyaluran sumbangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk setiap triwulan.
  • Lembaga penerima sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud wajib menyampaikan laporan penerimaan sumbangan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat pada akhir Tahun Pajak diterimanya sumbangan danj atau biaya.
  • Lembaga penerima sumbangan dan/atau biaya yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak melaporkan sumbangan dan/atau biaya sebagai lampiran laporan keuangan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak diterimanya sumbangan.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan dan pelaporan sumbangan dan/atau biaya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
14) Biaya Telepone seluler dan pemeliharaan kendaraan
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002  tentang perlakuan pajak penghasilan atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan
1.     Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran I butir 1 huruf c sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.
2.     Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan.
3.     Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, minibus, atau yang sejenisyang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran II butir 1 huruf b sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.
4.     Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan bus, minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan dalam tahun pajak yang bersangkutan.
5.     Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran II butir 1 huruf b sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.
6.     Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dalam tahun pajak yang bersangkutan.
7.     Apabila atas penghasilan Wajib Pajak yang dapat dibebani biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3 dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau berdasarkan norma penghitungan khusus, maka pembebanan biaya-biaya tersebut telah termasuk dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau berdasarkan norma penghitungan khusus.
8.     Atas biaya-biaya yang dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3, tidak merupakan penghasilan bagi para pegawai perusahaan yang bersangkutan.
15) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan  didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
Jika pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankan setelah dikurangkan dari penghasilan bruto didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.

Contoh :
PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut :
2010 : laba fiskal Rp200.000.000,00
2011 : rugi fiskal (Rp300.000.000,00)
2012 : laba fiskal Rp N I H I L
2013 : laba fiskal Rp100.000.000,00
2014 : laba fiskal Rp800.000.000,00

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2009                 (Rp1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2010                  Rp   200.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009         (Rp1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2011                 (Rp   300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2009         (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2012                 Rp      N I H I L        (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009         (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2013                 Rp    100.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009         (Rp   900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2014                 Rp    800.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009         (Rp   100.000.000,00)

Rugi fiskal tahun 2009  sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang masih tersisa pada akhir tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016.


Lihat juga >>>>> Pengurangan atau biaya yang tidak diperkenankan dari penghasilan bruto

3 comments: